Minggu, 13 April 2014

// // Leave a Comment

Aktivis IP Nggak Tipis? Why Not?!

Satu pertanyaan tercetus saat forum alumni liburan semester lalu dari salah satu adik kelas, yaitu "bagaimana hasil IP kakak-kakak yang di universitasnya aktif dalam organisasi dan dakwah? apakah berbeda dengan yang hanya fokus kuliah?"

Pertanyaan tersebut sudah terjawab oleh salah satu alumni saat itu juga. Segala sanggahan tentang mitos IP aktivis yang biasanya tipis telah diberikan dan dilontarkan dengan bersemangat. Namun saat ditanya tentang hasil real individu, masih belum ada yang berani menyebutkan angka karena banyak faktor, salah satunya karena memang hasil IP semester yang belum keluar.


Kini setelah setengah dari proses perkuliahan semester dua berjalan, alhamdulillah didapatkan data 80% atau 16 dari 20 orang yang bersedia menyebutkan IP-nya mendapatkan IP semester satu diatas 3. Dari 80% itu, satu diantaranya mendapatkan IP sempurna yaitu 4, dan beberapa lainnya nyaris 4. Dari IP pertama angkatan 1 smait insantama yang tergolong memuaskan itu, dan fakta bahwa sebagian besar alumni aktif di lembaga dakwah kampus masing-masing, dapat dikatakan bahwa mitos 'aktivis selalu ber-IP tipis' dapat terbantahkan.

Angka indeks prestasi atau IP sebenarnya bukan faktor penentu kesuksesan seseorang seperti halnya nilai ujian atau NEM UN saat masih menginjak di bangku sekolah. Tetapi setidaknya hal itu dapat menjadi gambaran, sesukses apakah kita dalam menyeimbangkan dua hal yang sama-sama menjadi kewajiban kita itu. Dengan IP yang diatas rata-rata, namun gerak dakwah pun tidak tertinggal dibelakang.

Aktivitas dakwah adalah sesuatu yang wajib seperti hal-nya menuntut ilmu. Maka tidaklah beralasan untuk meninggalkan dakwah karena ingin fokus dalam menuntut ilmu, padahal keduanya adalah sama-sama wajib dan harus berjalan selaras. Dakwah bukan sesuatu yang dapat memberatkan aktivitas sehari-hari kita, dan justru dapat mempermudah. Seperti janji allah dalam Quran surat Muhammad ayat 7, "barang siapa yang membantu agama allah (dengan jalan dakwah) maka allah akan menolongnya dan meneguhkan kedudukannya". Tentu, allah tidak akan membebani kita dengan beberapa peran sekaligus kecuali kita memang mampu menerimanya dan melaksanakannya dengan baik.

Tentu belum hilang juga dari ingatan, cerita tentang salah satu alumni SMAIT Insantama angkatan 1 yaitu Muhamad Fatih Nasrullah yang mendapat huruf mutu A di hampir semua mata kuliah karena memperjuangkan kejujuran saat ujian bukan? Hal itu merupakan salah satu contoh pertolongan Allah, sehingga ia di semester satunya mendapatkan IP nyaris 4 yaitu 3,91. Padahal di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tempatnya berkuliah, huruf mutu A amat sulit didapatkan karena harus menembus angka 90 dari 100. Disamping itu, ia juga aktif di lembaga dakwah kampusnya dan sudah sering mengisi berbagai kajian-kajian keislaman.

Kuncinya sekali lagi terletak pada bagaimana kita dapat mengatur waktu sebaik-baiknya hingga kedua hal tersebut bisa berjalan seimbang tanpa mengabaikan satu sama lain. Tidak perlu takut IP berada di bawah teman-teman yang hanya fokus total di akademik, karena sibuk dengan agenda dakwah dan organisasi. Karena ternyata, tidak selalu orang yang fokus di akademik akan mendapatkan IP yang lebih tinggi. Walaupun hal itu terjadi, output yang kita dapatkan pasti lebih dari yang hanya fokus di akademik. Prestasi pun tidak hanya dilihat dari IP bukan? 

Keputusan untuk memilih menjadi mahasiswa sekaligus aktivis dakwah tidak pernah salah. Jadi berusahalah optimal di keduanya, maka kehidupan kuliah kita tak akan hanya berakhir dengan selembar ijazah bernilai tinggi, namun juga surga allah yang menjadi bayaran atas waktu dan tenaga yang kita jual di jalan-Nya. Insyaa allah [SF]

0 komentar:

Posting Komentar